Kenapa harus menjadi TKI ?
Itu pertanyaan yang sering saya tanyakan pada beberapa orang yang
ingin bekerja dinegara orang lain. Terlebih kepada beberapa orang yang sudah
lama sebelumnya menjadi TKI. Terutama mereka yang dulu notabenya sudah pernah
menjadi TKI dan habis kontrak lalu pulang ke indonesia, kemudian kembali lagi
menjadi TKI. Hal seperti ini nampak banyak sekali terjadi pada sebagian besar
TKI saat ini. Padahal sudah jelas , “sebaik-baiknya negeri orang lebih
baik dinegeri sendiri”.
Sebagian besar TKI yang bekerja diluar negeri merupakan tenaga kerja
yang tidak memiliki keahlian khusus, karena itu banyak TKI yang bekerja di
sektor informal. Pada umumnya yang menjadi motivasi menjadi TKI karena adanya
masalah beberapa faktor yaitu himpitan ekonomi keluarga, terlilit hutang,
kecemburuan sosial ,
Pada saat menjadi TKI pada umumnya akan merasakan memiliki uang yang
cukup layak dari gaji yang diterima, lalu dari uang tersebut setiap masalah
yang menjadi faktor motivasi menjadi TKI bisa teratasi, sehingga tujuan mereka
menjadi TKI sudah tercapai. Lalu saat kontrak kerja sudah habis mau tidak mau
mereka harus pulang ke indonesia, dan beruntung bagi TKI yang pulang bisa
membawa cukup uang untuk modal usaha diindonesia. Tapi tidak sedikit ada
beberapa TKI yang pulang tidak membawa uang yang cukup untuk modal usaha,
karena selama bekerja menjadi TKI uang gajian habis untuk menyelesaikan masalah
piutang, dan ini salah satu alasan mengapa mereka kembali lagi menjadi TKI dan
yang pastinya sulitnya mencari pekerjaan di negeri sendiri dengan penghasilan
yang layak. Bahkan ada yang lebih parah lagi, tidak sedikit dari para TKI
yang kembali ke negara asalnya dengan penuh luka bahkan hampir merenggut nyawanya
karena ulah majikannya sendiri.
Penyiksaan yang selalu di alami oleh tenaga kerja wanita yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga merupakantamparan telak terhadap
kebiajakan penyaluran ketenagakerjaan keluar negeri. Kasus penganiayaan
baru-baru ini adalah kasus pengguntingan bibir dan penyetrikaan wajah yang
dialami oleh seorang tenaga kerja asal daerah Bima, Nusa Tenggara Barat di
negara Saudi Arabia.
Meskipun telah banyak atau bahkan seringkali dijumpai kasus
penyiksaan TKI yang dialami oleh para pekerja wanita di luar negeri yang kerap
kali berujung paket mayat yang diterima oleh pihak keluarga si pekerja ,
kenyataannya setiap tahun jumlah yang dikirim keluar negeri rata-rata mencapai
50.000 hingga 60.000 pertahun.
Faktor terjadianya penganiayaan pada para TKI menurut saya, terutama
para tenaga kerja wanita adalah faktor bahasa. Para tenaga kerja banyak yang
diberangkatkan dengan dalam kondisi kepahaman bahasa yang minim. Hal ini jelas
sebagai faktor penghambat kominikasi antara majikan dan pekerja. Oleh sebab itu
hal yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga kerja yang akan diberangkatkan
adalah persoalan bahasa. Bahasa harus dikuasai sebab merupakan kunci utama
dalam komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar