SIAGA HADAPI RINTANGAN EKONOMI GLOBAL
Negara-negara ASEAN yang telah menjalin kerja sama dalam 45
tahun terakhir, mampu menorehkan prestasi dengan membangun tiga pilar komunitas
masyarakat ASEAN. Tiga pilar itu meliputi politik-keamanan masyarakat,
komunitas ekonomi, dan sosial-budaya masyarakat. Namun di sisi lain, ASEAN saat
ini juga menghadapi tantangan global dan regional yang cukup komplek.
Saya pernah membaca sebuah surat kabar yang berisikan
tentang tantangan ekonomi global , kalu tidak salah sekitar tanggal 18-20
November lalu diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN Ke-21 yang
berlangsung di Istana Perdamaian, Phnom Penh, Kamboja, yaitu tentang memberi harapan ASEAN dalam
memasuki fase baru untuk meningkatkan hubungan dengan komunitas global.
Yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
dalam sesi pleno KTT ASEAN ke-21 itu kemudian dimanfaatkan sebagai
peningkatandaya tahan ASEAN dari krisis keuangan global memasuki ASEAN 2015.
Persoalannya, meski ASEAN tengah mengantisipasi dampak krisis Eropa dan
perlambatan ekonomi Amerika Serikat bagi kawasan dengan penguatan konektivitas
ASEAN serta meningkatkan daya saing dan daya tahan, ada dua tantangan yang menghadang
ASEAN.
Globalisasi yang lahir dari belahan Barat seolah menjadi
sebuah imperium yang tidak satu negara pun mampu menghindari. Kemajuan
teknologi informasi dan telekomunikasi, beroperasinya institusi-institusi
internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, serta
mekanisme pasar bebas dengan organisasi perdagangan dunianya, telah mendorong
globalisasi secara masif dan ekstensif ke berbagai penjuru dunia.
Dalam konteks itu, hegemoni negara-negara adikuasa semakin
terasa mengimpit negara berkembang dan menempatkannya pada posisi tidak
menguntungkan, demikian halnya ASEAN. Di lain pihak,negara-negara berkembang
harus menerima bagian globalisasi jika ingin tetap tumbuh secara ekonomi dan
mampu memerangi kemiskinan secara efektif. Ancaman globalisasi jika tidak
diartikan secara aktif oleh ASEAN bisa meruntuhkan sendi-sendi kemitraan dan
solidaritas yang telah lama terbangun.
Pada perkembangannya, meski ASEAN telah membentuk mekanisme
ASEAN Plus Three dengan China, Jepang dan Korea Selatan; East Asia Summit (EAS)
dengan negaranegara mitra wicara,seperti AS, Uni Eropa,Australia, Jepang,
China, Korea Selatan, dan Rusia.Juga dengan ASEAN Regional Forum (ARF) yang
beranggotakan negara-negara besar, tidak mampu menangkal hegemoni dari negara
besar itu. Misalnya saja negara China dalam KTT ASEAN ke- 21 di Kamboja, tidak
mau kompromi bahwa agenda tentang Laut China Selatan dijadikan sebuah deklarasi
bersama ASEAN.
China tetap pada prinsipnya menolak multilateralisasiklaim tumpang tindih kedaulatan di Laut China Selatan. Krisis ASEAN-China ini berpotensi mengganggu volume perdagangan dan investasi dunia dan kegagalan ASEAN ini berpotensi memecah ASEAN yang selama ini dikenal kohesif dalam berdiplomasi. Lebih-lebih ASEAN selalu mengadvokasi sentralitas ASEAN.
China tetap pada prinsipnya menolak multilateralisasiklaim tumpang tindih kedaulatan di Laut China Selatan. Krisis ASEAN-China ini berpotensi mengganggu volume perdagangan dan investasi dunia dan kegagalan ASEAN ini berpotensi memecah ASEAN yang selama ini dikenal kohesif dalam berdiplomasi. Lebih-lebih ASEAN selalu mengadvokasi sentralitas ASEAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar